Apabila disepakati bahwa yang disebut guru adalah orang yang secara sengaja mengasuh individu atau beberapa individu lainnya agar mereka dapat tumbuh dan berhasil dalam menjalani kehidupan, maka dalam konteks pengertian ini Nabi Muhammad SAW dapat dianggap sebagi sosok guru agung bagi umat manusia, meskipun “Sang Guru Utama” tetap Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW dalam kedudukannya sebagai sang guru, memiliki beberapa tugas spesifik kaitannya dengan kependidikan. Sebagaimana diketahui, di kalangn Muslim, Nabi Muhammad SAW diyakini sebagai Nabi dan Rasul penutup, dengan demikian tugas Nabi Muhammad SAW adalah menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan risalah terakhir di bidang aqidah, ibadah, dan mu’amalah, melalui proses pendidikan. Hal ini dapat dilihat dalam Al Qur’an, yang notabenenya merupakan visualisasi dari tugas yang harus dijalankan, memuat ayat-ayat yang menguatkan misi kependidikan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana firman Allah dalam surat al Maidah: 67
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنْ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (المائدة: )
Artinya: “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir”. (Q.S. al Maidah: 67)[1]
Al Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW juga bukan hanya sekedar kitab suci yang memberikan justifikasi kenabian bagi dirinya, lebih dari itu al Qur’an juga merupakan penjelasan tentang konsep pendidikan Tuhan bagi hamba-Nya. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (النحل: )
Artinya: “(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan al Dzikr (al Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan”. (Q.S. al Nahl: 44)[2]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa “mendidik” manusia dengan petunjuk al Qur’an yang telah diturunkan kepadanya merupakan salah satu tugas Nabi Muhammad SAW. Di sini, internalisasi nilai-nilai edukatif al Qur’an yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW tidak hanya lewat nasehat dan pengajaran-pengajaran lain, namun diri Nabi Muhammad SAW sendiri menjadi contoh yang hidup bagi dasar-dasar kependidikan yang dikembangkannya. Nabi Muhammad SAW merepresentasikan apa yang diajarkan melalui tindakan, kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata, sehingga apapun yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW akan segera diterima oleh para sahabat karena ucapannya telah diawali dengan contoh kongret. Hal ini seperti yang telah difirmankan Allah SWT dalam surat al Ahzab: 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الأحزاب: )
Artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Q.S. al Ahzab: 21)[3]
Dalam segala hal, Nabi Muhammad SAW adalah guru, pemberi nasehat, petunjuk jalan kebenaran dan juga seorang pengajar. Majelis pengajaran Beliau sangat luas, dimana saja dan kapan saja dapat memberikan pelajaran. Namun karena Beliau dan para sahabat lebih banyak menghabiskan waktunya di masjid dalam melakukan aktifitas peribadatan khususnya shalat, maka Beliau menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan keilmuan.[4]
Dengan demikian, masjid bagi Nabi Muhammad SAW merupakan “madrasah” dan sekaligus “kampus” tempat dimana Beliau duduk dikelilingi para sahabat dalam halaqah untuk menyampaikan pelajaran, membaca al Qur’an, dzikir, dan aktifitas lain. Namun begitu, pada saat itu bukan hanya Nabi Muhammad SAW saja yang menjadi guru, tetapi kadangkala beberapa sahabat menggantikan Beliau dalam menyampaikan ilmu, seperti Abdullah Ibn Rawahah, Ubadah Ibn Shamit, dan Abu Ubaidah Ibn al Jarrah.[5]
Dalam setiap halaqah yang diselenggarakan Nabi Muhammad SAW, Beliau selalu mengajarkan al Qur’an. Dan melalui al Qur’an pula, Nabi Muhammad SAW mengajarkan ilmu-ilmu tentang macam-macam fadhilah, wawasan keilmuan, akhlak, adat istiadat yang baik dan manfaat ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, prioritas pengajaran al Qur’an sejak awal dakwah Nabi Muhammad SAW dimaksudkan untuk membentuk pola pikir dan perilaku para sahabat yang dijiwai oleh semangat al Qur’an, disamping agar mereka menerima akidah-akidah al Qur’an terutama yang berkaitan dengan keesaan Tuhan.[6]
Meskipun ilmu-ilmu lain diajarkan dalam halaqah Nabi Muhammad SAW, pengajaran al Qur’an tetap menempati posisi terpenting, karena sesungguhnya sumber ilmu pengetahuan adalah al Qur’an. Pendidikan al Qur’an itu meliputi bacaan, pemahaman dan penafsiran. Sedangkan pendidikan membaca al Qur’an bagi anak-anak, oleh Nabi Muhammad SAW disediakan tempat khusus yang disebut kuttab seperti yang telah dibahas sebelumnya.[7]
Apabila disepakati definisi kurikulum adalh seperangkat pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah,[8] maka dapatlah kiranya dianalogkan bahwa kurikulum pendidikan yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah “Kurikulum Berbasis Qur’an” (KBQ), dimana Nabi Muhammad SAW sebagai guru utama, para sahabat sebagai murid-muridnya, dan masjid atau halaqah keilmuannya sebagai institusi pendidikan atau sekolah tempat proses pendidikan itu berlangsung.
Sebagai sebuah “kurikulum”, al Qur’an menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah membina manusia secar pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai ‘abdullah dan khalifatullah, guna membangun duni sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.[9]
Sebagai guru agung, dalam mengimplementasikan “Kurikulum Berbasis Qur’an” ini, Nabi Muhammad SAW menerapkan metode pendidikan yang cukup variatif dan fleksibel, diantaranya adalah:
1. Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW di bidang aqidah.[10]
jenis metode | KETERANGAN |
1. Metode bertanya/melempar pertanyaan2. Metode menjawab pertanyaan3. Metode kisah/cerita4. Metode nasehat/ceramah/khotbah5. Metode Peragaan/demonstrasi | Nabi bertanya kepada sahabatSahabat bertanya kepada NabiNabi menceritakan kepada sahabatNasehat Nabi bersifat logis, singkat dan argumentatifNabi menggunakan alat dalam menjelaskan |
Hal demikian itu dapat dilihat misalnya dalam hadits:
عَنْ أَبِيْ مَالِكِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ قَالَ لآ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرَّمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ.[11]
2. Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW di bidang ibadah.[12]
jenis metode | KETERANGAN |
1. Metode dialog/diskusi/tanya jawab2. Metode praktek/contoh3. Metode eksplanasi/nasehat/metafora4. Metode targhib dan tarhib5. Metode tadriji | Berkaitan dengan pensyari’atan azanBerkaitan dengan ibadah sholatBerkaitan dengan ibadah wudluBerkaitan dengan ibadah zakatBerkaiatan dengan ibadah puasa |
Contoh dari metode tersebut di atas tergambar dalam hadits Nabi SAW:
عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ شَقِيْقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى لَيْلاً طَوِيْلاً فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا رَكَعَ قَائِمًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا رَكَعَ قَاعِدًا.[13]
3. Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW di bidang akhlak.[14]
jenis metode | KETERANGAN |
1. Metode metafora2. Metode kisah/cerita3. Metode dialog4. Metode nasehat5. Metode Peragaan | Perumpamaan orang lain yang mengajarkan ilmunyaKisah Juraij dan bayi yang dapat bicaraKeutamaan seorang ibu dibandingkan ayahKeharaman ghibahMelalui gambar atau anggota tubuh |
Sebagian dari metode-metode tersebut misalnya terdapat alam hadits berikut:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِىْ؟ قَالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبُوْكَ.[15]
4. Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW di bidang mu’amalah.[16]
jenis metode | KETERANGAN |
1. Metode eksplanasi2. Metode kisah3. Metode dialog4. Metode nasehat | Tentang jual beliTentang ribaTentang peradilan dan mencuriTentang menikah dan meminang pinangan orang lain |
Contoh dari metode-metode di atas adalah sebagaimana termaktub dalam hadits di bawah ini:
عَنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ ابْنِ شَمَاسَةِ أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ ابْن عَامِرٍ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُوْلُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْمُؤْمِنُ أَخُوالْمُؤْمِنِ فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ.[17]
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman S., Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al Qur’an serta Implementasinya, terj. Mutammam, Bandung: Diponegoro, 1991
Al Maliki, M. Alawi , Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj. M. Ihya Ulumuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Departemen Agama RI, al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mekar: 2004
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Muslim, Al Imam , Sahih Muslim, Juz I, Bandung: Syirkah al Ma’arif li al Thab’i wa al Nasyar, t.t.
Qardhawi, Yusuf , Halal-Haran dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, et.al., Solo: Era Intermedia, Cet. III, 2003
Untung, Moh. Slamet , Muhammad Sang Pendidik, Semarang: Pustaka Rizki Putera
[1] Departemen Agama RI, al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mekar: 2004, hlm. 158
[2] Ibid., hlm. 370
[3] Ibid., hlm. 594
[4] M. Alawi al Maliki, Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, terj. M. Ihya Ulumuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 7
[5] Ibid.
[6] Ibid., hlm. 29
[8] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 182
[9] Abdurrahman S. Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al Qur’an serta Implementasinya, terj. Mutammam, Bandung: Diponegoro, 1991, hlm. 176
[10] Muh. Slamet Untung, Op. Cit., hlm. 203
[11] Al Imam Muslim, Sahih Muslim, Juz I, Bandung: Syirkah al Ma’arif li al Thab’i wa al Nasyar, t.t., hlm. 30
[12] Muh. Slamet Untung, Op. Cit., hlm. 204
[13] Al Imam Muslim, Op. Cit., hlm. 293
[14] Muh. Slamet Untung, Op. Cit., hlm. 205
[15] Lihat dalam Yusuf Qardhawi, Halal-Haran dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, et.al., Solo: Era Intermedia, Cet. III, 2003, hlm. 327
[16] Muh. Slamet Untung, Op. Cit., hlm. 206
[17] Al Imam Muslim, Op. Cit., hlm. 492
1 komentar:
suka banget baca disini
axsisnet
Posting Komentar